Baca Juga
Kabar kita - Hari raya Idul Adha mengajarkan manusia tentang pengorbanan untuk meraih keberkahan dari Allah SWT.
Seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim saat diperintahkan Allah untk mengorbankan putranya, Ismail.
Ibrahim diperintahkan menyembelih Ismail dan karena ketaqwaannya, Allah mengganti anaknya tersebut dengan seekor domba.
Wujud meraih ketaqwaan dengan pengorbanan itulah diajarkan kepada umat muslim.
Kisah yang dikutip dari darulquran.sch.id ini diharapkan memberi pelajaran bagi kita semua.
Kita tersindir ketika melihat orang-orang yang rela berkorban untuk mengharap ridho Illahi.
Begini kisahnya:
Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban.
Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku, dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan.
Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti, sebuah pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini tentang pengorbanan Nabi Allah Ibrahim & Nabi Ismail.
Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti.
"Berapa harga kambing yang itu pak?" ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.
"Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang" kata si pedagang berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya."
"Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal," si pedagang bertahan.
"Satu juta lima ratus ribu ya?" aku melakukan penawaran pertama.
"Maaf pak, masih jauh," ujarnya cuek.
"Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?" kataku
"Masih belum nutup pak," ujarnya tetap cuek.
"Yang sedang mahal kan harga minyak pak. Kenapa kambing ikut naik?" ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran termurah.
"Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri."
Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari si coklat. Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu.
Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini selangit.
"Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?" kataku kemudian.
"Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah," katanya
Meskipun pakaian "korpri" yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.
"Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?" katanya kagum.
"Dua juta tidak kurang tidak lebih kek," kata si pedagang setengah malas menjawab setelah melihat penampilan si kakek.
"Weleh larang men regane (mahal benar harganya)?" kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan " bisa di tawar-kan ya mas?" lanjutnya mencoba negosiasi juga.
"Cari kambing yang lain aja kek," si pedagang terlihat semakin malas meladeni.
"Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini). Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas," katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya.
Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya.
"Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?" lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.
Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek, kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar.
"Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah," si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan.
"Ora ono ongkos kirime tho...?" (Enggak ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih.
"Dua juta sudah termasuk ongkos kirim" si pedagang yang cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek " mau diantar ke mana mbah?" (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah).
"Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)" kata si kakek sambil menerimanya " tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti, InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu). "
Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap dikayuhnya tetap dengan semangat. Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku.
Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek.
Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi, yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super, yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya Yang sanggup mengkoleksi "raket" hanya untuk olah-raga seminggu sekali.
Tapi apa yang aku pikirkan? Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku yang harganya tidak lebih dari service rutin mobilku, kendaraanku di dunia fana.
sumber: bangkapos.com
Seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim saat diperintahkan Allah untk mengorbankan putranya, Ismail.
Ibrahim diperintahkan menyembelih Ismail dan karena ketaqwaannya, Allah mengganti anaknya tersebut dengan seekor domba.
Wujud meraih ketaqwaan dengan pengorbanan itulah diajarkan kepada umat muslim.
Kisah yang dikutip dari darulquran.sch.id ini diharapkan memberi pelajaran bagi kita semua.
Kita tersindir ketika melihat orang-orang yang rela berkorban untuk mengharap ridho Illahi.
Begini kisahnya:
Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban.
Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku, dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan.
Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti, sebuah pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini tentang pengorbanan Nabi Allah Ibrahim & Nabi Ismail.
Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti.
"Berapa harga kambing yang itu pak?" ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.
"Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang" kata si pedagang berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya."
"Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal," si pedagang bertahan.
"Satu juta lima ratus ribu ya?" aku melakukan penawaran pertama.
"Maaf pak, masih jauh," ujarnya cuek.
"Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?" kataku
"Masih belum nutup pak," ujarnya tetap cuek.
"Yang sedang mahal kan harga minyak pak. Kenapa kambing ikut naik?" ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran termurah.
"Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri."
Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari si coklat. Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu.
Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini selangit.
"Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?" kataku kemudian.
"Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah," katanya
Meskipun pakaian "korpri" yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.
"Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?" katanya kagum.
"Dua juta tidak kurang tidak lebih kek," kata si pedagang setengah malas menjawab setelah melihat penampilan si kakek.
"Weleh larang men regane (mahal benar harganya)?" kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan " bisa di tawar-kan ya mas?" lanjutnya mencoba negosiasi juga.
"Cari kambing yang lain aja kek," si pedagang terlihat semakin malas meladeni.
"Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini). Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas," katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya.
Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya.
"Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?" lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.
Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek, kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar.
"Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah," si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan.
"Ora ono ongkos kirime tho...?" (Enggak ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih.
"Dua juta sudah termasuk ongkos kirim" si pedagang yang cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek " mau diantar ke mana mbah?" (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah).
"Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)" kata si kakek sambil menerimanya " tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti, InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu). "
Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap dikayuhnya tetap dengan semangat. Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku.
Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek.
Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi, yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super, yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya Yang sanggup mengkoleksi "raket" hanya untuk olah-raga seminggu sekali.
Tapi apa yang aku pikirkan? Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku yang harganya tidak lebih dari service rutin mobilku, kendaraanku di dunia fana.
sumber: bangkapos.com
Subhanallah! Pria Kaya Ini Dibuat Melongo Oleh Kakek Bersepedah Butut Dikandang Kambing, Ini Yang Dilakukannya
4/
5
Oleh
Unknown