Sabtu, 09 September 2017

Biadab ! Kakek Ini Dimasukan dalam Keranjang Dan Dibuang Kehutan Oleh Anak dan Menantunya, Ucapan Cucunya Bikin Mereka Malu!

Biadab ! Kakek Ini Dimasukan dalam Keranjang Dan Dibuang Kehutan Oleh Anak dan Menantunya, Ucapan Cucunya Bikin Mereka Malu!



Baca Juga





Kabar Kita -- “Cucu kakek sudah pulang ya, sini, sini cucuku, kakek punya sesuatu untukmu,” kata kakek Tung sambil meraba-raba sesuatu di samping bantalnya, dan mengambil sebungkus permen mint, ini adalah permen yang paling kamu sukai.

Xiao Jun, cucu si kakek itu pun mengambil permen dari kakeknya sambil berkata ceria : “Dari mana kakek mendapatkan permen ini?”

Kakek Tung hanya tersenyum sambil mencubit sayang pipi cucunya, dan berkata : “kebetulan hari ini tetangga pergi ke pasar, jadi kakek titip beli saat dia lewat di depan rumah.”

Dilansir dari epochtimes, demikian sekelumit pembicaraan kakek Tung dengan cucunya Xiao Jun di rumah mereka pada sebuah daerah. Sosok Xiao Jun adalah anak dari putra kakek itu yakni She Thou yang memiliki istri bernama Chui Lan.

Kakek Tung tinggal di rumah putranya sejak lumpuh karena stroke, ia tinggal di ranjang kayu di sudut ruangan.

Di atas ranjang tua inilah kakek Tung berbaring setiap hari. Ia bisa melihat orang-orang yang berlalu lalang melalui pintu dan jendela.

Sosok kakek Tung menghabiskan hari-harinya dari pagi sampai malam seperti itu atau meminjam istilah kakek Tung sendiri yang mengatakan“mengarungi hidup.”

Pada hari itu, kebetulan ada jamuan pesta pernikahan di desa tersebut.

Sebelum pagi, bersama dengan ortunya, Xiao Jun ke rumah yang punya hajatan untuk membantu, usai makan siang dia pun bergegas pulang ke rumah, “Kek, ayah dan ibu masih sibuk ngobrol di sana, siang ini biar Xiao Jun yang bikin nasi goreng untuk kakek,” kata Xiao Jun.

Setelah kakeknya selesai makan, Xiao Jun lalu sibuk mengemasi pakaiannya, rencananya hari ini dia mau main beberapa hari di rumah pamannya.

Baru saja mengemasi pakaian, ayah dan ibunya pun pulang : “Nak, jangan nakal ya kalau ke rumah paman, jangan bikin masalah,” pesan Chui Lan, ibunya sambil merapikan kerah baju Xiao Jun.

Sebelum pergi, Xiao Jun menarik tangan kakek sambil berkata : “Kek, kakak sepupu bilang di hutan bambu di belakang rumah mereka sana ada sarang burung, nanti saya tangkap satu ekor untuk kakek, biar nanti kakek tidak kesepian lagi saat tidak ada orang di rumah.”

Ayah dan ibu Xiao Jun mengantar Xiao Jun sampai di gerbang desa. Setelah mengantar anaknya, She Thou, ayah Xiao Jun lalu duduk santai sejenak di atas batu sambil mengisap rokok.

Sementara Chui Lan duduk di sampingnya, lalu menendang pelan betis She Thou, suaminya sambil bertanya : “Gimana, sudah dipertimbangkan perihal yang aku katakan?”

She Thou memandang istrinya sejenak, kemudian berdiri sambil menepuk-nepuk pantatnya dari debu. Lalu ia menunjuk ke sebuah kios pinggir jalan sambil berkata : “Aku beli sedikit daging dulu untuk ayah, kasih ayah makan enak dulu sebelum mengantarnya pergi.”

Kakek Tung memiliki dua anak laki-laki, yakni Ta Chuan dan She Thou. Sejak kecil Ta Chuan bekerja dengan tekun, adalah sesosok orang yang punya tekad yang ideal. Beda dengan She Thou yang kasar dan berkelakuan buruk, sepanjang hari selalu menimbulkan masalah.

Suatu sore pulang sekolah, bersama teman-teman sekolahnya, She Thou mencuri buah-buahan tanpa sepengetahuan orangtuanya, sampai larut malam juga belum pulang.

Ketika itu dan dikarenakan cemas, ibunya yang masih demam berat karena hujan, lalu keluar mencari She Thou, anaknya yang belum pulang juga selarut itu. Namun, tak disangka ia jatuh ke dalam lubang/kubangan dalam pembuangan kotoran di samping lahan pertanian dan tewas tenggelam.

Ta Chuan bekerja di luar kota setelah lulus SMA, belakangan mengontrak sebuah kios berdagang buah-buahan.

Setelah ayahnya lumpuh karena stroke, Ta Chuan bermaksud menjemput ayahnya yang lumpuh. Namun, ayahnya atau kakek Tung merasa berat meninggalkan desa tempat kelahiran sekaligus tanah pertiwinya.

Ta Chuan tak berdaya, ia pun hanya bisa mengirim uang untuk ayahnya setiap bulan. Menyuruh adiknya menjaga dan merawat sang ayah, kakek Tung.

Kurang lebih enam bulan yang lalu, tiba-tiba tidak ada kabar mengenai Ta Chuan, kabar terakhir yang terdengar bahwa Ta Chuan meninggalkan banyak utang bersama temannya, kemudian tidak ada kabar lagi seakan-akan lenyap ditelan bumi.

Sementara itu, Chui Lan, isteri She Thou sedikit-sedikit selalu mengeluh pada She Thou, suaminya. “Untuk merawat ayahmu kan bukan hanya kewajibanmu sendiri, kalau memang saudaramu angkat tangan, kita juga gak usah pedulikan lagi.”

“Apalagi ayahmu itu, makan-minum dan buang kotoran di ranjang setiap hari, membuat seluruh rumah ini dipenuhi dengan bau tak sedap, siapa yang tahan kalau begitu terus?”

“Dia (kakek Tung) juga hidupnya tidak lama lagi, lebih baik kita buang di hutan belakang sana, agar beban hidup kita juga bisa lebih ringan dan santai.”

Singkat cerita, kembali lagi tentang cucu kakek itu. Keesokan paginya, Xiao Jun bergegas pulang ke rumah begitu selesai sarapan, karena semalam ia bermimpi buruk ia melihat kakeknya terus menyeka air matanya, dan dari bibirnya terdengar kata-kata tentang mati.

Ketika sampai di rumah, tampak pasutri ini sedang makan siang, begitu melihat putranya, mereka tampak terkejut dan nyaris bertanya serempak: “kenapa cepat sekali kamu pulang? Tapi pandangan mata Xioa Jun hanya tertuju pada ranjang kayu yang tampak sunyi, lalu bertanya dengan nada keras : “Mana kakek?”

Anak laki-lakinya itu pulang terlalu mendadak, membuat ayahnya bingung seketika dan ayahnya berpikir keras, kemudian berkata dengan tergagap-gagap : “Kakek sudah meninggal semalam, sebelum meninggal ia berpesan langsung dimakamkan, tidak perlu upacara pemakaman, jadi kita…lalu menggali lubang dan menguburnya.”

Usai berkata, She Thou pun mengedipkan mata pada istrinya, dan Chui Lan pun segera menimpali, “Ya, benar, kakek bilang langsung dikubur saja, daripada membuang-buang uang, jadi…..”

Melihat sandiwara mereka yang jahat, Xiao Jun yang cerdas segera menyadari ada sesuatu yang disembunyikan.

Lalu ia menelusuri seisi rumah mencari kakeknya, dan di tengah kecemasannya, ia menemukan satu hal yang ganjil, yakni dua keranjang yang terakhir kali dilihatnya sebelum ke rumah pamannya itu masih menyatu, tapi hari ini kenapa terpisah.

Xiao Jun pun melihat lebih dekat tempat keranjang itu, dan ia melihat ada beberapa batang bambu keranjang di sisi bagian dalamnya telah rusak, dan batang bambu yang putus pun jatuh ke bawah keranjang, di atasnya terlihat ada tanda merah seperti bekas percikan darah.

Dia berjongkok untuk mencari petunjuk, dan melihat ada beberapa daun tanaman dan tanaman merambat, sepertinya dikucek lentur dulu baru dibuang ke dalam. Tanaman merambat ini hanya ada di hutan belakang rumah mereka.

Dan pikiran Xiao Jun pun seketika menggabungkan segenap gambaran yang lengkap, begini alur pikiran Xiao Jun bekerja : kakeknya dimasukkan ke dalam keranjang oleh ortunya, kemudian mengangkat kakeknya masuk ke hutan menelusuri jalan setapak.

Betapa perih dan pilunya hati kakek Xiao Jun melihat perbuatan anak dan menantunya sendiri, ia terus berontak di sepanjang jalan, tapi badannya yang lumpuh membuatnya tak berdaya.

Jadi, dia pun memutuskan batang bambu di dalam keranjang sampai tangannya berdarah luka tergores irisan bambu.

Selain itu, kakek Tung juga sempat menjulurkan tangannya mencengkaram dahan pohon dan tanaman merambat, dengan maksud menahan langkah kaki mereka menuju ke gunung dengan tenaganya yang tersisa.

Namun anak dan menantunya yang jahat tidak peduli dengan perlawanan kakek Tung, mereka sudah bertekad untuk membuangnya ke hutan.

Setelah alur pikiran Xiao Jun membuat kronologi kejadian, lalu ia kemudian bergegas ke dapur, dan mengambil sebilah parang. Melihat itu, ayahnya bergegas menahan langkah Xiao Jun. “Nak, untuk apa kamu bawa parang segala?” tanya ayahnya.

Xiao Jun hanya tersenyum sambil menunjuk ke keranjang, dan dengan penuh arti berkata : “Apa ayah tidak melihat keranjang itu sudah rusak? Aku mau menebang beberapa batang pohon bambu dan membuat sepasang keranjang yang baru.”

Ayahnya mengerutkan dahi sambil menatapnya bingung, “Untuk apa kamu bikin keranjang?” Xiao Jun menyingkirkan tangan ayahnya, dan sambil mencibir berkata, “Aku buat untuk kalian berdua, 20 tahun kemudian kalian akan membutuhkannya.”

Mendengar kata-kata anaknya yang serius, sang ibu, yakni Chui Lan buru-buru memeluk Xiao Jun, tapi tak disangka Xiao Jun justru berteriak, “Jika terjadi sesuatu pada kakek, 20 tahun kemudian nasib kalian juga akan seperti itu.”

Takut dengan ancaman Xiao Jun, akhirnya ortunya membawa Xiao Jun ke gunung, setibanya di sana, tampak kakek Tung tergeletak di dalam lubang gua, rasa lapar, haus dan putus asa membuat raut wajah kakek Tung kelihatan semakin tua.

Melihat kondisi kakeknya yang lemah mengenaskan, Xiao Jun pun berlari memapah kakeknya, dan berkata “Kek, aku datang menjemput kakek, ayo kita pulang kek, lain kali, kalau ada yang berani bersikap kasar seperti ini lagi pada kakek, aku yang akan menghadapinya kek.”

Berkat Xiao Jun, cucunya, akhirnya kakek Tung lolos dari maut.

sumber: tribunnews.com

Related Posts

Biadab ! Kakek Ini Dimasukan dalam Keranjang Dan Dibuang Kehutan Oleh Anak dan Menantunya, Ucapan Cucunya Bikin Mereka Malu!
4/ 5
Oleh